Uang Panai, Apakah lebih seram dari nenek grandong ?
Dulu ketika jabatan saya masih sebagai
Sales Admin area Indonesia Timur saya tentunya banyak bergaul dengan
teman-teman dari area Sulawesi dan sekitarnya. Mereka yang kebanyakan bersuku
Bugis punya banyak cerita yang sedih, lucu, dan menegangkan saat bercerita
mengenai pernikahan.
Dari beberapa teman wanita yang
saya kenal disana 50% belum menikah, alasannya apa hayo? Alasannya orang tua
mereka yang mematok uang panai yang cukup tinggi. Bahkan karena tingginya uang
panai yang diminta keluarga pihak perempuan banyak pasangan muda mudi yang
akhirnya memutuskan kawin lari atau memilih tinggal diluar Sulawesi untuk
menghindari membayar uang panai yang fantastis.
Sebenarnya uang mahar bukan hanya
milik suku Bugis saja, hampir semua suku didunia menetapkan adanya uang mahar
sebagai salah satu syarat pernikahan. Jumlahnya tentu saja bervariatif
tergantung suku, pendidikan, derajat keluarga dan banyak faktor lainnya. Lantas
mengapa uang Panai di suku Bugis sangat fantastis nilainya?
Seperti yang saya utarakan tadi
panai sebagai mahar yang harus dibayarkan oleh calon pengantin pria jumlahnya
tergantung dari si calon pengantin perempuan. Banyak faktor yang mempengaruhi,
kita ambil contoh misalnya jenjang pendidikan. Akan berbeda nilai uang panainya
jika calon mempelai perempuan lulusan SMA dibandingkan dengan yang lulusan S1
apalagi S2 belum lagi profesinya apakah dia seorang pegawai kantoran, dokter,
apalagi PNS.
Katakanlah jika si calon mempelai
perempuan lulusan SMA uang panainya adalah 50 juta, bisa jadi yang harus
dibayar jika predikatnya lulusan S1 adalah 75 juta hingga 100 juta tergantung
jurusannya apa, apalagi jika lulusan S2 bisa mencapai angka 150 juta bahkan
lebih. Belum lagi latar belakang keluarganya, kalau masih berbau-bau bangsawan
apalagi punya gelar ANDI dan sudah bertitel Haji widihhh uang panai nya
siap-siap saja.
Hal ini pernah saya tanyakan ke
salah satu teman saya yang kebetulan istrinya sarjana dan PNS, dulu ketika
hendak melamar dia sudah pusing 7 keliling mau cari pinjaman kemana. Jaman awal
tahun 2000 sudah minta 100 juta, dia sudah rencana mau bawa kabur aja itu anak
orang kalo gak ingat statusnya yang pegawai negeri. Akhirnya setelah dinego
tetep gak bisa turun, hahahaha, hanya saja dicicil alias kredit tanpa bunga
yang entah sampai kapan habisnya.
Yang namanya tradisi ya pasti
turun temurun, bahkan teman saya ini yang sekarang punya 2 anak perempuan
katanya ingin “balas dendam” nanti ketika anaknya dilamar orang dia bakal minta
uang panai yang tinggi juga.
Tapi masyarakat Indonesia kan
segala sesuatunya selalu dan bisa dimusyawarahkan,
saya rasa tradisi ini tetap akan menjadi tradisi yang tentunya bisa masuk
logika. Pasti akan ada pembicaraan atau negosiasi antara pihak calon pengantin
pria dan perempuannya. Semuanya bisa didiskusikan dan dikondisikan tergantung
dari kesepakatan dari kedua belah pihak. Jadi, jangan takut menikah ya karena
uang panai yang tak ada logika.
0 komentar